Pencuri Kue

Hari Minggu Biasa XI
Inspirasi Bacaan dari :
2 Sam. 12:7-10, 13; Gal. 2:15-16, 19-20; Luk. 7:36-8:3

Kutipan injil hari ini mengingatkan saya akan sebuah kenangan tentang “seorang pencuri kacang telur”. Suatu kali saya sedang menunggu di bandara. Karena merasa agak lapar, saya membeli sekantong kacang telur dan kemudian menuju ke tempat duduk yang lebih nyaman. Saya mengambil posisi, meletakkan tas saya di samping dan mulai membaca buku. Tiba-tiba saya menyadari bahwa di samping saya duduk seorang ibu yang ikut makan kacang telur yang dari tadi saya makan. Saya sedikit heran, tetapi tak apalah. Saya tetap melanjutkan membaca, makan kacang dan memperhatikan jam. Setiap kali saya mengambil beberapa biji kacang, ibu itu juga melakukan hal yang sama. Ketika hanya tersisa sedikit saja, saya agak penasaran, apa yang akan dibuat oleh ibu itu. Ia kemudian dengan sedikit senyum mengambil kacang itu, dan menyodorkannya kepada saya. Merasa agak lucu akan peristiwa itu saya hanya mengatakan “terima kasih” dan mempersilakannya makan. Dalam hati saya hanya berkomentar “aneh, tidak tahu malu mencuri kacang telur”. Ketika ada panggilan untuk boarding, saya mengambil barang bawaan saya dan sedikit mengangguk meninggalkan ibu itu, yang sedikit pun tidak menunjukkan rasa terima kasih telah ikut makan kacang saya. Sesampai di pesawat, saya kemudian mengambil kembali buku yang saya baca tadi dari dalam kantong tas saya. Saya sangat kaget, karena di dalam kantong tas itu terdapat sekantong kacang telur yang masih utuh. Saya baru menyadari, bahwa bukan ibu tadi yang memalukan, yang mencuri kacang. Sayalah yang telah memakan kacangnya, dan sedikit pun tidak berterima kasih. Saya telah mencuri kacangnya.
Cerita pengalaman ini dapat dibandingkan dengan ceritera kutipan injil hari ini. Sering terjadi bahwa kita menunjuk orang lain akan kesalahan yang sebenarnya kitalah yang melakukannya. Di dalam ceritera tadi saya telah menuduh ibu itu dalam hati saya sebagai pencuri kacang telur, dan menganggap diriku sebagai seorang yang baik hati dan membiarkan kacangku dimakan orang. Pada akhirnya barulah saya sadar bahwa sayalah yang tidak tahu malu dan tidak tahu mengucap terima kasih, dan orang itulah yang baik hati. Di dalam kutipan injil hari ini orang Farisi itu berpikir bahwa ialah orang yang benar, dan karena itu layak untuk berkumpul dengan Yesus, dan wanita itu adalah seorang pendosa, dan karenanya tidak layak untuk terlihat bersama Yesus. Pada akhirnya Yesus menunjukkan kekeliruannya dan bahwa wanita itulah yang dinilai benar dan dinilai lebih bertindak benar dalam menerima Yesus daripada orang Farisi yang berusaha membenarkan diri itu.
Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Karena lebih mudah untuk mendengar orang lain mengorok daripada mendengarkan korokan sendiri. Lebih mudah untuk melihat kesalahan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Orang-orang yang dinyatakan kudus oleh gereja adalah orang-orang yang sungguh menyadari kekurangan dan ketidaksempurnaan mereka. Orang yang suka mengeritik orang lain sebenarnya menyingkapkan kekurangannya akan kesadaran dirinya. Pada akhirnya (bila orang sungguh dapat sadar akan diri sendiri) orang akan menemukan bahwa dirinyalah yang adalah pencuri kacang, yang semula dituduhkan kepada orang lain.
Apa kesalahan orang Farisi itu? Jika wanita itu sungguh seorang pelacur, apa kesalahan orang Farisi itu? Bukankah semua yang dikatakannya tentang wanita itu benar? Tentu saja wanita itu adalah seorang pendosa. Yesus tidak mengatakan bahwa wanita itu bukan seorang pendosa. Yesus hanya mengatakan bahwa orang Farisi itu juga seorang pendosa, dan sebenarnya lebih parah daripada wanita itu.    
"Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi. Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. (Luk. 7:44-47).
Persoalan yang terdapat pada diri orang Farisi itu adalah pemahamannya tentang dosa dan kekudusan. Baginya, wanita itu adalah “penyebab dosa”, dan karenanya harus dihindari oleh orang yang baik. Yesus mengoreksi orang itu: yang penting bukanlah apa yang engkau hindari, tetapi apa yang engkau lakukan. Orang Farisi itu mungkin memang berusaha untuk menghindari kesempatan berdosa, tetapi ia tidak melakukan hal yang Yesus butuhkan. Yesus menghargai tindakan lahiriah wanita itu untuk menyatakan cintanya sebagai ungkapan yang jelas akan iman yang hidup di dalam dirinya: “"Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat” (ayat 50). Hal keterlibatan inilah yang menjadi perbedaan antara wanita itu dengan orang Farisi itu. Bagaimana kita menerapkan dan mewujudkan iman kita di dalam tindakan konkrit pelayanan kepada mereka yang membutuhkan?
Injil hari ini adalah kabar gembira kepada semua orang yang terhina dan tersingkirkan oleh “orang baik” dunia ini, mereka yang dianggap tidak memenuhi standar kekudusan dalam keluarga Allah. Yesus memberikan jaminan bahwa mereka sungguh lebih dekat di hati Allah daripada para pendakwa mereka. Dan kepada mereka yang merasa bahwa Yesus adalah milik eksklusif mereka sejak lahir, disampaikan kabar gembira bahwa: hati-hatilah, karena pada akhirnya engkau dapat menemukan bahwa ternyata engkaulah pencuri kue itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”