Pencuri Kue
Hari Minggu Biasa XI
Oleh: Pastor Paulus Tongli, Pr
Inspirasi Bacaan dari :
2 Sam. 12:7-10, 13; Gal. 2:15-16, 19-20; Luk. 7:36-8:3

Cerita pengalaman ini dapat dibandingkan dengan ceritera kutipan injil hari
ini. Sering terjadi bahwa kita menunjuk orang lain akan kesalahan yang
sebenarnya kitalah yang melakukannya. Di dalam ceritera tadi saya telah menuduh
ibu itu dalam hati saya sebagai pencuri kacang telur, dan menganggap diriku
sebagai seorang yang baik hati dan membiarkan kacangku dimakan orang. Pada
akhirnya barulah saya sadar bahwa sayalah yang tidak tahu malu dan tidak tahu
mengucap terima kasih, dan orang itulah yang baik hati. Di dalam kutipan injil
hari ini orang Farisi itu berpikir bahwa ialah orang yang benar, dan karena itu
layak untuk berkumpul dengan Yesus, dan wanita itu adalah seorang pendosa, dan
karenanya tidak layak untuk terlihat bersama Yesus. Pada akhirnya Yesus
menunjukkan kekeliruannya dan bahwa wanita itulah yang dinilai benar dan
dinilai lebih bertindak benar dalam menerima Yesus daripada orang Farisi yang
berusaha membenarkan diri itu.
Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Karena lebih mudah untuk mendengar
orang lain mengorok daripada mendengarkan korokan sendiri. Lebih mudah untuk
melihat kesalahan orang lain daripada kesalahan diri sendiri. Orang-orang yang
dinyatakan kudus oleh gereja adalah orang-orang yang sungguh menyadari
kekurangan dan ketidaksempurnaan mereka. Orang yang suka mengeritik orang lain
sebenarnya menyingkapkan kekurangannya akan kesadaran dirinya. Pada akhirnya
(bila orang sungguh dapat sadar akan diri sendiri) orang akan menemukan bahwa
dirinyalah yang adalah pencuri kacang, yang semula dituduhkan kepada orang
lain.
Apa kesalahan orang Farisi itu? Jika wanita itu sungguh seorang pelacur, apa
kesalahan orang Farisi itu? Bukankah semua yang dikatakannya tentang wanita itu
benar? Tentu saja wanita itu adalah seorang pendosa. Yesus tidak mengatakan
bahwa wanita itu bukan seorang pendosa. Yesus hanya mengatakan bahwa orang
Farisi itu juga seorang pendosa, dan sebenarnya lebih parah daripada wanita
itu.
"Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau
tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku
dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku,
tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak
meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak
wangi. Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni,
sebab ia telah banyak berbuat kasih. (Luk. 7:44-47).
Persoalan yang terdapat pada diri orang Farisi
itu adalah pemahamannya tentang dosa dan kekudusan. Baginya, wanita itu adalah
“penyebab dosa”, dan karenanya harus dihindari oleh orang yang baik. Yesus
mengoreksi orang itu: yang penting bukanlah apa yang engkau hindari, tetapi apa
yang engkau lakukan. Orang Farisi itu mungkin memang berusaha untuk menghindari
kesempatan berdosa, tetapi ia tidak melakukan hal yang Yesus butuhkan. Yesus
menghargai tindakan lahiriah wanita itu untuk menyatakan cintanya sebagai
ungkapan yang jelas akan iman yang hidup di dalam dirinya: “"Imanmu telah
menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat” (ayat 50). Hal keterlibatan
inilah yang menjadi perbedaan antara wanita itu dengan orang Farisi itu.
Bagaimana kita menerapkan dan mewujudkan iman kita di dalam tindakan konkrit
pelayanan kepada mereka yang membutuhkan?
Injil hari ini adalah kabar gembira kepada semua orang yang terhina dan
tersingkirkan oleh “orang baik” dunia ini, mereka yang dianggap tidak memenuhi
standar kekudusan dalam keluarga Allah. Yesus memberikan jaminan bahwa mereka
sungguh lebih dekat di hati Allah daripada para pendakwa mereka. Dan kepada
mereka yang merasa bahwa Yesus adalah milik eksklusif mereka sejak lahir,
disampaikan kabar gembira bahwa: hati-hatilah, karena pada akhirnya engkau
dapat menemukan bahwa ternyata engkaulah pencuri kue itu.
Komentar
Posting Komentar