GEMBALA YANG BAIK


HARI MINGGU PASKAH IV
HARI MINGGU PANGGILAN ke 50
Oleh: Pastor  Sani Saliwardaya, MSC
Inspirasi Bacaan dari :
Kis. 13:14, 43-52; Why. 7:9, 14b-17; Yoh. 10:27-30;

Hari ini, hari Minggu Paskah IV dipersembahkan sebagai hari Minggu Panggilan. Ada banyak jenis panggilan kehidupan dalam hidup menggereja; tetapi yang dimaksudkan panggilan dalam hari Minggu Panggilan ini adalah panggilan khusus untuk menjadi imam, biarawan, dan biarawati. Karena maksud itulah, maka bacaan Injil dengan sengaja diambil dari kisah Yesus sebagai Gembala Yang Baik. 
Sebagai Gembala Yang Baik, Yesus sering dilukiskan dalam foto lukisan sedang memeluk mesra seekor anak domba, atau memanggul seekor anak domba sambil tersenyum manis. Melihat gambar lukisan itu, pernah ada umat yang memberi komentar demikian, “seharusnya para gembala kita seperti gambar lukisan itu. Senantiasa memiliki hubungan yang akrab dan mesra dengan domba-dombanya; dan senantiasa mendukung dan memanggul domba-dombanya yang kelelahan dan kecapaian karena kehidupan harian yang tidak ringan”. Mendengarkan komentar seperti itu, saya hanya tersenyum sambil membuat suatu refleksi, “apa artinya memiliki hubungan yang akrab dan mesra dengan domba-dombanya? Apa artinya senantiasa mendukung dan memanggul domba-dombanya yang kecapaian dan kelelahan karena beban kehdiupan?”.
Ketika merenungkan pertanyaan refleksi itu, saya teringat ketika saya masih di SMP. Ketika itu, setiap liburan panjang, saya selalu menikmati liburan dan bermalam di rumah teman-teman saya di kampung-kampung. Pada saat itu, saya lebih menikmati kehidupan pedesaan dari pada suasana perkotaan. Karena itulah, kehidupan pedesaan dengan segala keterbatasannya bukanlah barang asing bagi saya. Teman saya memiliki beberapa ekor domba dan kambing yang harus digembalakan agar dapat makan rerumputan segar. Saya suka sekali ikut menggembalakan domba dan kambing itu. Ternyata, pekerjaan ini tidaklah semudah yang saya bayangkan. Dalam perjalanan ke tempat penggembalaan, teman saya harus sungguh-sungguh menjaga domba dan kambingnya, kalau tidak demikian maka mereka bisa jalan sendiri-sendiri ke arah mana mereka melihat sesuatu yang bisa dimakan. Akibatnya bisa fatal, karena para tetangga bisa marah-marah karena kebun sayurnya dimakan habis oleh domba dan kambing ini. Bukan hanya itu. Di antara mereka juga ada yang nakal dan suka berkelahi. Mereka yang nakal-nakal ini biasanya diikat lehernya dan dituntun agar tidak mengganggu yang lain. Ada juga domba dan kambing yang seperti bingung-bingung. Mereka berjalan, tapi tiba-tiba berhenti dan mengembik. Mereka biasanya dicambuk atau dipukul pantatnya dengan tangan agar jalan kembali. Pendek kata, ada banyak hal yang harus diperhatikan ketika menggembalakan domba dan kambing. 
Kembali kepada gambar lukisan Gembala Yang Baik. Ada yang mengatakan bahwa domba yang dipeluk atau yang dipanggul itu adalah domba yang tersesat; setelah dicari dan diketemukan kembali, maka dia dipeluk atau dipanggul. Dan sang gembala bergembira karenanya (bdk. Mat. 18:12-14; Luk. 15:3-7). Anak domba itu tersesat, karena mau jalan sendiri;, mau mencari makan sendiri sehingga meninggalkan kelompoknya. Si anak domba dicari oleh sang gembala dan setelah diketemukan, dia dipanggul atau dipeluk dibawa pulang. Dia tidak diberi kesempatan untuk sementara waktu untuk berjalan sendiri, tetapi “dipaksa” dibawa pulang ke kelompoknya. Saya mengatakan “dipaksa” karena menggendong anak domba ternyata tidak mudah; dia suka memberontak dan berteriak menggembik ketika digendong.
Juga digambarkan dalam Kitab Suci bahwa para gembala itu membawa tongkat (bdk. Kej. 32:10; Bil. 7:2). Tongkat merupakan simbol penggembalaan. Tongkat ini berfungsi sebagai penopang perjalanan sang gembala, tetapi juga untuk mengusir anjing-anjing hutan yang menyerang domba-domba (bdk. 1Sam.17:47). Selain itu, tongkat ini juga berfungsi untuk “mendidik” domba-domba yang nakal, domba-domba yang hendak lari meninggalkan kelompoknya (bdk. Ams. 22:15). Karena itulah, para domba akan merasa aman dan terhibur dengan tongkat gembalanya (bdk. Mzm. 23:4)
Dari gambaran-gambaran di atas, maka refleksiku sedikit terjawab.  “Apa artinya memiliki hubungan yang akrab dan mesra dengan domba-dombanya? Apa artinya senantiasa mendukung dan memanggul domba-dombanya yang kecapaian dan kelelahan karena beban kehdiupan?”
Keakraban, kemesraan, dan dukungan kepada domba-domba berarti suatu situasi dan kondisi yang diciptakan bersama, antara gembala dan domba-dombanya, untuk menuntun domba-domba ke tujuan yang sejati, yakni padang rumput yang hijau; suatu keadaan kebahagiaan dan keselamatan sejati yang ditawarkan oleh Allah sendiri. 
Keakraban, kemesraan dan dukungan adalah situasi dan kondisi yang diciptakan bersama. Suatu suasana komunitas sejati. Tetapi tidak hanya berhenti pada suasana komunitas saja, melainkan harus melangkah kepada tujuannya, yakni kebahagiaan dan keselamatan sejati yang ditawarkan oleh Allah, bukan yang ditawarkan oleh dunia atau sebagian domba-domba saja.  Dalam hal inilah, sang gembala harus memiliki tujuan yang jelas. 
Yesus menunjukkan kesejatian-Nya dan kepedulian-Nya sebagai Gembala, “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh.10:27), karena itulah, “domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku”.
Semoga, domba-domba dan gembalanya saling membuka hati untuk menciptakan suasana komunitas agar kebahagiaan dan keselamatan dapat dinikmati oleh semua orang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”