Di mana Dua atau Tiga Orang Berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku Ada di tengah - tengah Mereka

Pepatah jawa yang satu ini rasanya berlaku universal, paling tidak di berbagai suku di Indonesia, sifat kekerabatan dan kekeluargaan masih dijunjung tinggi. Mungkin pepatah itu dibuat di jaman susah dimana tidak selalu ada makanan yang bisa disajikan saat ada kumpul-kumpul. Tapi kenyataannya dimana-mana, suku apapun, kalau kita mau ketemuan, mau rembugan, pasti ada saja yang disajikan biarpun cuma sepiring singkong rebus dan segelas kopi.

Kalau di Jakarta, gak ada Starbuck, warteg pun jadi. Yang penting ada suasana gembira, suasana kebersamaan, senang bertemu satu sama lain dan dengan harapan setelah pertemuan ada kata sepakat yang melegakan banyak pihak. Musyawarah untuk mufakat.

Justru di jaman Yesus hidup, Ia menggunakan diplomasi meja makan dengan orang-orang yang berdosa. Ia menyapa mereka terlebih dulu dengan mau datang makan bersama mereka dirumahnya. Ia melanggar hal yang tabu bagi seorang guru yang posisinya terhormat. Dalam suasana kebersamaan, kekeluargaan di meja makan, seseorang merasa diterima satu sama lain. Tidak merasa tersisih, dan tidak takut lagi seperti Zakeus yang berdosa untuk mengakui kesalahannya dan berjanji memperbaikinya

Injil mengingatkan bahwa kalau dua-tiga orang berkumpul dan semuanya berkeinginan baik, merancang yang baik atau mendatangkan kebaikan bagi orang lain, itu adalah sama dengan menghadirkan Allah juga bagi satu sama lain. Segala yang baik pun datangnya dari Allah, maka kalau setelah berembug dan yakin bahwa yang kita minta itu baik, lalu kita sepakat untuk memintanya pada Allah, pasti apa yang diinginkan bisa terjadi, tentu dengan disertai komitmen mereka yang telah sepakat tadi.

Tapi kalau dua-tiga orang me-rancang hal yang jauh dari kebaikan, maka yang hadir adalah kejahatan seperti yang dilakukan tiga orang tak dikenal yang sepakat menculik dan menganiaya seorang romo [KOMPAS]. Berbagai tindak kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang, umumnya korbannya menderita lebih parah; maka tidak heran kalau hukumannya pun berat karena masuk dalam kategori :

Kejahatan Berencana.
Marilah kita membiasakan diri merencanakan yang baik bersama-sama, karena dengan demikian kita menghadirkan Allah di tempat kita berkarya. Tidak bekerja untuk kemuliaan diri sendiri, tapi berharap de-ngan 2-3 orang lainnya kita bisa menjadi baik juga, saling sepakat dan mendukung untuk memberikan komitmen. Juga saling menerima satu sama lain dengan kelemahannya.

Budaya dialog dan mu–syawarah memang harus dipelihara dan ditumbuhkan agar kita tidak tumbuh menjadi manusia egois dan tidak peduli satu sama lain. Karena Allah kita adalah Allah yang menyatukan segala yang baik, Ia bekerja pada semua orang yang berkehendak baik dan ingin mendatangkan kebaikan bagi banyak orang. Jadi gpp kan kalau sedia singkong dan kopi, yang penting ngumpul…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”