Aku menjadikan segalanya baru


HARI MINGGU PASKAH V/C
Oleh: Pastor  Paulus Tongli, Pr
Inspirasi Bacaan dari :
Kis. 14:21b-27; Why. 21:1-5a; Yoh. 13:31-33a,34-35

Mungkin ada di antara kita yang kadang-kadang merasa seakan dunia kita ini diterlantarkan oleh Allah. Bumi seakan berputar tanpa arah. Apalagi kalau kita melihat ke dalam sejarah umat manusia tampak bahwa sejarah manusia itu dipenuhi oleh darah, keringat dan air mata. Tetapi bacaan-bacaan hari ini mengajak kita bertanya: benarkah kita diterlantarkan oleh Allah? Bukankah Allah akan membuat segalanya sempurna dan baik? 

Pasti banyak orang menganggap pertanyaan ini sebagai pertanyaan retorika, pertanyaan basa-basi! Bagi banyak orang, bahkan agama itu merupakan sebuah ilusi, laksana fatamorgana di padang gurun, hanya merupakan suatu tipuan pandangan. Agama dianggap menipu dan membiaskan pandangan kita dari masalah yang nyata. Inilah yang dimaksudkan Lenin, tokoh komunis itu, ketika ia mengatakan: orang-orang Kristen sibuk menatap ke langit tetapi lupa untuk melihat ke bumi. Para pengikut Lenin menganggap bahwa mereka adalah orang-orang realistis. Yang paling penting bagi mereka adalah bekerja, menghasilkan dan menikmati. Pertanyaan akan makna tidak mendapatkan tempat. 

Tetapi pengalaman banyak orang  menunjukkan bahwa kesuksesan materil bukanlah segalanya. Dunia dipandang tidak hanya dipenuhi oleh penderitaan, upaya dan pengorbanan serta penikmatan hasil material. Banyak orang merasakan bahwa masih ada hal-hal lain yang tersembunyi di balik semua yang tampak secara kasat mata itu. Sebagian orang melihat ada kemungkinan untuk membangun masyarakat dan dunia yang baru yang dipersatukan di dalam perdamaian. Mereka mengimpikan suatu dunia yang baru yang diciptakan oleh manusia, di mana tidak akan ada lagi ketidakadilan. Kedamaian akan ada di mana-mana. Tetapi rancangan ini seperti rancangan pembangunan menara Babel, bila mana hanya merupakan rencana manusia saja. Impian yang demikian itu penting. Namun selalu gagal karena hanya dipikirkan dan dirancang oleh manusia sendiri. 

Karena kegagalan dalam usaha bersama seperti itu, maka bagi banyak orang keheningan dan meditasi dianggap sebagai tempat pengungsian. Kita dapat melihat hal ini di dalam banyak gerakan keagamaan sepanjang sejarah. Intinya adalah untuk menemukan kedamaian untuk diri sendiri. Saya hanya tertarik akan ketenteraman diriku sendiri. Kenapa saya harus pusing tentang yang lain, tentang masyarakat, tentang negara dan bangsa? Tetapi bertindak seperti itu tidak akan mungkin untuk mengubah situasi dunia ini. 

Santo Yohanes, pengarang kitab Wahyu, mengungkapkan sesuatu yang sama sekali lain. Ia tidak setuju dengan pandangan-pandangan tadi, dan mengungkapkan dalam bacaan kedua hari ini, bahwa tidak ada gerakan mundur. Perkembangan dunia ini selalu bersifat linear, menuju kepada terciptanya suatu dunia yang baru. “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Allah adalah Allah dari semua ciptaan. Ia adalah awal dan akhir, Alpha dan Omega. Ia ada pada awal hidupku sampai pada akhirnya. Ia memberikan kepada kita ketekunan dan daya tahan dalam proses perkembangan itu. Kita tidak akan pernah dapat takut kepada masa depan, karena Allah sendirilah masa depan itu. Ia begitu dekat dengan kita di dalam Yesus Kristus. Allah adalah cinta. Cinta itu tidak mengenal pengecualian dan batas. Cinta yang sejati tidak berakhir dengan kematian. Allah tidak pernah menelantarkan kita. Itulah yang kita imani. Dan inilah yang kita wartakan kepada dunia, dan berusaha mewujudkannya dengan sepenuh tenaga kita. Karena itu kita haruslah menunjukkan cara hidup alternatif terhadap cara berpikir umum. Kita memang tidak tertutup terhadap dunia dan tidak mengeluarkan diri kita dari dunia, karena dunia juga ada di dalam diri kita. Kita adalah bagian dari dunia itu. Hasrat kita adalah untuk menghidupi cinta ilahi yang telah kita terima dan membawa perdamaian dan cinta itu kepada dunia. Kita tidak dapat mewujudkan hal itu seluruhnya, tetapi sekurang-kurangnya kita dapat ikut berpartisipasi mewujudkannya seturut kemampuan dan tenaga kita. 

Allah telah memberikan suatu tanda kepada dunia di dalam Dia yang tersalib dan dibangkitkan kembali dari antara orang mati. Ia mendekati kita. Ia telah mengalami salib, kesakitan, penderitaan dan kematian. Ia telah mengalami semua ini. Di dalam penderitaanku dan di dalam penderitaan dunia, Allah hadir. Ia menderita karena cintaNya. Dengan mengalahkan kematian, Ia juga telah mengesampingkan semua pikiran negatif manusia. Ia hidup untuk mewartakan bahwa kematian bukanlah kata akhir. Di dalam jaminan iman ini, kita dimampukan untuk menghadapi hidup maupun mati kita. “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik (Rom 14:8). **pt

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”