Yesus teladan beriman kita

Hari Minggu Biasa XX/ Tahun C
17-18 Agustus 2013
Oleh P. Paulus Tongli, Pr
Inspirasi Bacaan dari :Ibrani 12:1-4

Yesus, perintis iman kita. 
„Percaya berarti: yakin karena menganggap benar, apa yang Allah telah wahyukan dan ajarkan kepada kita melalui gereja-Nya.” Demikianlah yang tercantun dalam katekismus. Iman yang demikian tentu sangat berarti. Ketika saya masih kecil, bahkan pernah saya mendengar: „Kita hanya perlu menelan saja. Pertanyaan adalah keraguan akan iman, dan keraguan akan iman adalah dosa besar. Jadi tidak boleh mempertanyakan iman. Kita hanya perlu menelan saja. Namun orang boleh saja merenungkan imannya.” 

Yesus – seorang beriman?
Mungkin kita keberatan atau sulit untuk menerima pertanyaan ini. Apakah Yesus adalah seorang beriman? Ia toh tidak perlu percaya. Ia adalah Putera Allah, dan tentu Mahatahu. Ia telah mewahyukan kepada kita, apa yang ingin Allah sampaikan kepada kita. Ia tidak perlu percaya seperti kita percaya. Namun di dalam bacaan hari ini kita telah dengar: „Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.” Ungkapan „memimpin kita dalam iman” dapat juga diartikan: mendahului kita beriman. Memimpin artinya Dia berada di depan, pada jalan yang sama dengan kita. Ia menunjukkan jalan. Tetapi ia sendiri harus melalui jalan ini: Yesus sedang berada bersama dengan kita di dalam perjalanan sebagai orang beriman. 
Dan bila kita membaca kisah dari zaman kanak-kanak Yesus di dalam kitab suci, Yesus juga pernah persis seperti kita. Ia sama seperti kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa (bdk. Doa Syukur Agung 4), jadi sama dalam iman kita, di dalam hal belajar, di dalam hal mencintai. Yesus adalah salah seorang yang telah belajar beriman. Dengan pemahaman ini kita dapat membaca kitab suci secara baru. Yesus belajar dari situasi manusia, dari iman mereka, dari permohonan mereka, dari penderitaan mereka, juga senantiasa belajar, apa yang menjadi kehendak Allah. Ia juga senantiasa harus bertanya, ke mana Allah menuntun Dia. 
Injil hari ini juga berceritera kepada kita tentang perjuangan dan jalan iman Yesus yang dipenuhi ketakutan, yang meskipun segala tantangan tetap dilaluinya dengan penuh kepercayaan. „Aku datang membawa api ke dunia dan betapa ingin Aku agar api itu menyala. Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hatiKu sebelum hal itu berlangsung!” Pembaptisan ini adalah jalan-Nya menuju salib. Ia mesti selalu belajar baru untuk percaya, berpegang teguh padanya, juga di dalam penderitaan-Nya sampai pada salib. Di dalam surat Ibrani dikatakan:  „Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan-Nya” (Ibr 5:7-8). Yesus melalui penderitaan-Nya telah belajar menjadi percaya, bahwa Allah selalu dekat dengan-Nya, juga ketika orang tidak merasakannya. Yesus mengalami hal ini sampai pada seruan yang memilukan dalam kesendirian: Allah-Ku ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Yesus bahkan boleh mengeluh dan bertanya kepada Allah. 
Kitab Ibrani berkata: „Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (4:15). Itulah pemimpin dan pembuka jalan kepercayaan kita. Ia dapat bersama kita ikut merasakan penderitaan, ikut merasakan iman kita, juga ikut mempertanyakan Allah, akan keterasingan-Nya dan akan keunikan-Nya, akan kegelapan dan ketersembunyian-Nya. 

Yesus – penyempurna iman kita 
Yesus juga dengan segala perjuangannya telah belajar percaya, tetapi Ia telah melalui jalan iman ini dengan sangat konsekuen. Ia bukan hanya pendahulu dan pemimpin kita, tetapi juga sekaligus menjadi penyempurna iman kita. Ia mengundang kita untuk menyatukan diri kita dengan-Nya. Bila kita memandang-Nya, kita tidak akan letih lesu dan tidak akan kehilangan keberanian. 
Saya pernah mengalami hal ini pada seorang ibu yang sudah tak berdaya. Sekalipun semua anaknya sudah tidak mengimani Kristus, ia tetap teguh dalam imannya. Ia selalu berkata, setiap kali saya menerima komuni kudus, saya menjadi kuat. Dan setiap kali saya memandang salib, saya merasa saya tidak sendiri. Doakan saya agar aku senantiasa kuat. Dan bila saya mati, tolong doakan saya dan kuburkan saya secara katolik, agar aku tetap bersatu dengan Kristus yang kupercayai”. Lalu ia menambahkan: „Hanya itulah harapanku selama ini”. 
Kita masih sedang dalam perjalanan, masih sedang berjuang melawan dosa, sebagaimana bacaan kita hari ini mengungkapkannya. Namun pandangan kepada Yesus, pemimpin dan penyempurna iman kita, dan pandangan kepada para saksi iman yang kita kenal, dapat meneguhkan kita, membuat kita pasrah dan sekaligus aktif, penuh kepercayaan juga ditengah berbagai macam pertanyaan dan keluhan. Sekalipun kita tidak seutuhnya dapat mengenal Allah, tetapi kita dapat hidup, mati dan bangkit bersama Allah yang kita percayai ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”