ALTAR DALAM GEREJA KATOLIK (2)


ALTAR PERMANEN ATAU ALTAR GESER?
Suatu altar disebut altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehinga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan. Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4; bdk Ef 2:20). 
Tetapi, di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser. Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu. Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, me nurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi. 
Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat (Pedoman Umum Misale Romawi, No. 298-301).

LETAK ALTAR
Altar adalah titik pusat perhatian jemaat yang berkumpul. Namun, itu tidak berarti bahwa altar harus berada di titik pusat (aksis) bangunan gereja. Altar harus bisa dilihat oleh seluruh jemaat. Setiap kegiatan di sekitarnya harus terkomunikasikan dengan baik. Altar terletak di panti atau pelataran imam, yakni suatu area yang dikhususkan untuk pemimpin liturgi, dan membedakan dengan area jemaat. 
Wilayah panti imam biasanya lebih tinggi daripada wilayah tempat jemaat berhimpun. Selain meja altar, di panti imam juga terdapat ambo (meja Sabda), kursi imam (juga kursi Uskup jika di gereja katedral), kredens, tabernakel, dsb.

RELIKUI
Relikui adalah peninggalan fisik dari orang-orang kudus atau martir yang wafat demi iman akan Kristus. Relikui bisa berupa bagian dari tubuh, pakaian, dsb. Kebiasaan memasang relikui pada altar sudah berlangsung sejak berabad-abad. Biasanya yang disimpan adalah relikui dari tubuh atau bahkan jenasah sang martir atau orang kudus. Kini menyimpan relikui tidak lagi diharuskan. 
Relikui yang disimpan pada altar hendaknya tidak mengandung keraguan akan keasliannya. Maka, jika relikui itu kurang diyakini keotentikannya, lebih baik tidak disimpan di altar. Jika otentik, maka pemasangannya pun sebaiknya tidak “di atas altar” melainkan “di dalam atau di bawah altar” yang akan didedikasikan.

ARTI MENYIMPAN RELIKUI
Jangan disalahartikan. Kita tidak membangun altar bagi para kudus itu, melainkan bagi Allah yang Esa. Pengorbanan para kudus dan martir kita hormati dan kita kenangkan saat mendirikan altar itu. Maka, relikui itu diletakkan di bawah altar. Jangan pula sekali-kali meletakkan relikui, patung, atau gambar orang kudus atau martir di atas meja altar.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”