Dikejar-Kejar oleh Berkat


Ada seorang janda miskin dengan dua orang anak, hidup sebatang kara. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, janda itu harus bekerja keras menanam padi di sawah milik orang lain. Janda itu tak pernah mengeluh saat terik matahari membakar kulit-kulitnya. Janda itu pun tak pernah mengeluh dengan upah yang tidak banyak. Ada yang tidak biasa dengan janda miskin ini. Ada sifat yang berbeda dari kaum miskin lainnya. Dalam kekurangannya, dia masih mau berbagi dengan sesamanya. Dia memberi saat melihat orang lain hidup lebih susah daripadanya.
Semakin sering janda itu memberi, semakin banyak pula dia mendapat pekerjaan. Dari menanam padi, kini bekerja sebagai asisten rumah tangga. Karena ketekunannya, janda itu pun dipercaya tuannya untuk menjaga salah satu toko keramiknya.
Gajinya pun cukup untuk membiayai kedua anaknya sampai menjadi sarjana. Janda itu tak lagi miskin. Janda itu semakin banyak memberi. Hidupnya menjadi berkelimpahan saat kedua anaknya menjadi dokter. Kini janda yang dulu hidup miskin, telah dikejar-kejar oleh berkat yang melimpah. Berkat yang tak pernah berhenti mengalir, sama seperti dirinya yang tak pernah berhenti memberi.
Belajarlah untuk hidup seperti janda miskin itu. Jangan menggenggap berkat yang kita punya dengan sangat erat. Renggangkan tangan untuk berbagi. Saat kita memberi, sesungguhnya kita telah membuka kran berkat dari surga. Sermakin kita banyak memberi, aliran berkat itupun akan semakin deras. Lalu, apakah kita masih menggenggam erat berkat kita?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”