"ANTARA HIDUP DAN PERUT"

Kadang-kadang, adalah hal yang menarik mengamati siapa saja yang suka

'berkunjung' ke dapur. Rupa-rupanya, bukan koki yang berkuasa di sana. Lebih sering, yang kelihatan sibuk, dan kelihatan penting, adalah orang-orang yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan masak memasak. Alhasil, jika kita sekali waktu bertanya kepada koki, mungkin akan segera keluar keluhan-keluhannya terhadap mereka yang datang ke dapur hanya untuk mengganggu pekerjaannya. Sayangnya, mereka ini pun tak sadar sudah mengganggu orang.

Demikian juga, mereka yang 'suka' masuk ke dapur itu kebanyakan bukan karena lapar. Kebanyakan punya motivasi yang bukan soal perut. Mungkin ada 'lapar' jenis lain, karena merasa kesepian di kamar, karena berharap bertemu teman, karena ada sosok yang diharapkan ditemui di sana, karena menghindari pekerjaan yang tak selesai-selesai, karena ingin berkuasa di sebuah tempat. Sebut saja. Mungkin orang lupa, dapur adalah tempat yang menyangkut kehidupan, tapi dianggap sekedar tempat memasak. Dan ironisnya, orang mencari-cari sesuatu yang bukan soal hidup di sana, tapi hanya menyangkut kepuasan, kesenangan, pelampiasan.

Waktu itu banyak orang mengejar-ngejar Yesus dan para murid-Nya sampai ke Kapernaum, di seberang laut. Semangat sekali! Tapi semangat ini mencurigakan. Yesus segera menangkap semangat oportunistis itu, dan menegur mereka dengan pedas, supaya bekerja, mencari rezeki untuk hidup yang kekal. Tak mau kalah, mereka bereaksi dan minta tanda yang membuat Yesus berhak menegur mereka seperti itu. Dan Yesus membongkar hedonisme jasmani mereka, mengajak untuk jujur terhadap realitas yang lebih menyakitkan: lapar akan Tuhan.

Injil Yohanes akan mengingatkan kita, bahwa kepercayaan akan Yesus sebagai roti sumber hidup tidak hanya mengundang percaya, tapi juga kekecewaan dan reaksi tak suka. Kenyataannya, tidak mudah menerima Dia sebagai satu-satunya sumber hidup, makanan rohani yang mengenyangkan. Bukan hanya orang-orang waktu itu, tapi kita juga, sering merasa tidak cukup dengan apa yang sudah didapat dari Yesus, lantas mengejar apa yang tidak semestinya kita cari dari-Nya. Susahnya, kita itu mencari kepuasan, bukan keabadian.

Teguran Yesus itu seakan-akan berbunyi, "Engkau sudah kenyang oleh roti dan ikan, tapi kalau hanya untuk itu datang ke sini, engkau mencari di tempat yang salah." Orang-orang ini tidak berpikir mengenai hidup mereka. Mereka hanya berpikir soal perut. Dan 'perut' adalah kesenangan, kepuasan, dan keuntungan yang bisa didapatkan saat ini. Ini masih jauh dari sikap serius untuk melihat dan menghargai hidup!

Perhatikanlah bacaan pertama dari Kitab Keluaran. Orang-orang Israel menggerutu karena merasa dijebak oleh Musa hingga berada di padang gurun tanpa makanan yang mencukupi. Isi kepala mereka hanya soal makan kenyang, sampai-sampai menuduh Musa hendak membunuh mereka karena kelaparan. Hal yang lebih penting, yakni kebebasan dari Mesir, dan masa depan sebagai bangsa yang merdeka, kalah oleh bayangan kuali penuh daging yang mereka hadapi saat masih jadi budak di Mesir! Maka Tuhan menurunkan makanan yang akan membuat mereka bertanya-tanya, "Apakah ini?" (Ibr. 'manna'). Ya, mereka ini hanya akan 'kenyang' jika mereka percaya bahwa embun beku ini adalah sungguh-sungguh makanan, sumber hidup dari Tuhan.

Sering terjadi, kita itu mencari-cari dan berdebat mengenai hal-hal yang kurang penting. Kita sibuk, bekerja keras, menikmati hari, menjalankan tugas, menghabiskan uang, menghabiskan waktu, tetapi untuk hal-hal yang tidak membuat kita lebih berterima kasih atas hidup yang kita dapatkan ini, lebih dekat pada Dia yang membuat hidup kita masih pantas untuk disyukuri

sampai saat ini. Kita masih mengejar-ngejar hal-hal yang menyenangkan saja, termasuk semua yang duniawi dan gemerlapan itu, dan itu juga bahkan terjadi ketika kita berdoa, melayani, dan berkumpul bersama saudara-saudari seiman. Betulkah hanya kepuasan dan kesenangan macam itu yang kita cari?

Ketika terus mencari-cari hal-hal yang bukan soal hidup, kita seperti orang yang masuk di tempat yang salah di Gereja. Mungkin bahkan kita hanya merepotkan orang-orang yang berada di sana, karena mementingkan hal-hal yang memuaskan diri kita saja. Menjadi pengikut Kristus seharusnya membuat kita lebih jujur, apa sebetulnya yang kita cari di sini? Apa yang kita cari dalam diri Yesus? Apa yang kita harapkan dari saudara-saudari kita di sana?

Sebelum menjawabnya, mari belajar jujur dengan lapar dan haus yang kita rasakan, yang kita alami saat ini. Sekali kita mau jujur terhadap kerinduan kita, kita akan belajar untuk percaya, bahwa banyak peristiwa, sahabat, pekerjaan, dan kesempatan di sekitar kita itu ada di sana supaya kita menemukan Dia yang adalah sumber hidup. Dia adalah roti yang menawarkan diri-Nya untuk kita nikmati di dalam peristiwa, sahabat, pekerjaan, dan kesempatan yang serba riil itu. Temukanlah Dia, dan nikmatilah. Dia akan terus 'mengenyangkan' kita, dan kita pun takkan haus dan lapar lagi. Amin.

Pst. H. Tedjoworo OSC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”