MELAYANI KARENA TUHAN, UNTUK TUHAN DALAM SESAMA



Minggu Biasa XVI 

Pastor Sani Saliwardaya, MSC
Bacaan Inspirasi : Yer.23:1-6; Ef. 2:13-18; Mrk. 6:30-34


Marilah pertama-tama kita perhatikan judul renungan kali ini. Dengan sengaja kara “karena” dan “untuk” ditulis dengan huruf tebal dan miring agar kita memberi perhatian pada makna kedua kata tersebut. Kata “karena” mempunyai arti “sebagai penghubung yang menunjuk pada penyebabnya, alasannya terjadinya sesuatu”. Misalnya dalam kalimat, “Saya sakit perut karena lapar”. Dalam kalimat ini, lapar (keadaan perut kosong) ditunjuk sebagai penyebab saya sakit perut. Dalam kalimat lainnya, “Saya tidak jadi pergi ke pantai karena hujan lebat”. Dalam kalimat ini, hujan yang lebat ditunjuk sebagai alasan saya tidak jadi pergi ke pantai.

Sedangkan kata “untuk” mempunyai arti menunjuk pada “tujuan atau sasaran” yang bercorak langsung. Misalnya dalam kalimat, “Saya membeli susu untuk anak saya yang sedang sakit”. Dalam kalimat ini, anak saya yang sedang sakit menjadi tujuan saya membeli susu dan susu itu diperuntukkan bagi dia. Berbeda dengan kalimat, “Saya membeli susu karena anak saya sakit”. Dalam kalimat ini, anak saya yang sakit menjadi alasan saya membeli susu, tetapi belum jelas susu itu diperuntukkan bagi siapa.

Kata “dalam” hendak menunjukkan makna teologis-spiritual kristiani yang dikaitkan dengan ungkapan “untuk Tuhan dalam sesama”. Kita ingat akan sabda Yesus dalam pengajaran-Nya tentang penghakiman terakhir “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudar-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk aku” (Mat. 25:40).

Dengan demikian, judul renungan di atas hendak menekankan bahwa penyebab dan alasan kita (mau) melayani adalah Tuhan sendiri, dan tujuan pelayanan itu terarah pada sesama sebagai tanda kehadiran Tuhan.

Konteks bacaan Injil Minggu ini adalah Yesus mengutus ke dua belas murid-Nya setelah mengalami penolakan di kampung halaman-Nya sendiri (Mrk. 6:1-6a). Setelah selesai melaksanakan tugas perutusannya, para murid kembali berkumpul untuk menceritakan “kisah sukses” pelayanan mereka, yakni apa yang telah “mereka kerjakan dan ajarkan” (Mrk. 6:30). Tidak dikatakan dalam Kitab Suci secara detail apa yang mereka beritahukan kepada Yesus berkaitan dengan pelaksanaan tugas mereka. Tetapi dari reaksi Yesus yang kemudian mengajak mereka untuk pergi “ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (Mrk. 6:31), kiranya bisa dibayangkan bahwa para murid menceritakan “kisah sukses” pelayanan mereka dengan berapi-api dan penuh semangat. Barangkali mereka hanya memberitahukan kepada Yesus apa yang mereka kerjakan dan ajarkan, tetapi lupa bahwa sebelum berangkat melaksanakan pelayanannya mereka dibekali oleh Yesus. Mereka diberi kuasa atas roh-roh jahat (Mrk. 6:7b) dan kuasa menyembuhkan penyakit (Mrk. 6:15).

Ajakan Yesus kepada mereka untuk pergi ke tempat yang sunyi agar mereka membuat suatu refleksi tentang pelaksanaan tugas pelayanan, bukan sekedar laporan tentang pekerjaan dan pengajaran. Agar dapat membuat suatu refleksi / mawas diri, seseorang membutuhkan kesendirian / menyendiri. Artinya, berdialog dengan diri sendiri tentang kekuatan / kemampuan dan kerapuhan / kelemahan hidup dan pelayanannya. Dengan kata lain, Yesus mengajak mereka dalam kesendiriannya itu untuk menyadari kembali “siapa sebenarnya yang memberi mereka kekuatan sehingga mereka mampu mengerjakan pekerjaan dan pengajaran mereka”. Yesus nampaknya memahami betul bahwa kesibukan pekerjaan & pelayanan sering membuat seseorang “lupa” diri dengan sumber dan asal kekuatan dan kemampuan manusia.

Refleksi tentang penyadaran kembali sumber dan asal kekuatan dan kemampuan manusia itu rupanya tidak berlangsung lama. Ketika melihat orang banyak yang datang berbondong-bondong mengikuti mereka, Yesus menjadi terharu. “Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala” (Mrk. 6:34). Kemudian, Yesus mengajak para murid untuk melayani orang banyak tersebut.

Dalam bacaan pertama, Nabi Yeremia mengecam para gembala karena mereka “membiarkan kambing domba-Ku hilang dan berserak” (Yer. 23:1). Yang dimaksudkan dengan para gembala adalah raja Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin, dan Zedekia. Mereka adalah keturunan raja Yosia yang dikenal adil dan benar. Sebagai pengganti raja Yosia, mereka melakukan tindakan pemerintahan yang plin-plan karena hanya memihak pada yang kuat (bdk. Yes. 21:1-22,30). Akibat ketidak-jelasan sistem pemerintahan ini, rakyat menjadi menderita. Mereka berbuat demikian karena mau mencari aman bagi dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan rakyat umum. Mereka mengandalkan kekuatan diri sendiri dan melupakan kuasa Allah. Mereka mengarahkan tugas pelayanannya bagi keamanan dan kenyamanan diri mereka sendiri dan melupakan kepentingan orang banyak. Sikap mereka, dianggap oleh Yeremia, sebagai sikap yang melawan kehendak Allah.

Bacaan Minggu ini, khusunya Injil dan bacaan pertama, mengajak umat beriman untuk merefleksikan pelaksanaan tugas pelayanannya masing-masing. Umat beriman diajak untuk senantiasa menjadari kuasa dan kekuatan Tuhan dalam setiap pelayanannya, bukan hanya “kisah sukses”nya saja. Pelayanan berasal dari Allah sehingga “kisah sukses”nya semesinya juga milik Allah. Pelayanan juga semestinya diarahkan bagi Allah yang hadir dalam sesama. Dalam pengertian ini, pelayanan semestinya tidak bercorak eksklusif (hanya untuk orang atau kelompok tertentu saja) dan demi kepentingan kelompok atau diri sendiri (pamrih kelompok dan diri sendiri).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”