Orang Kaya juga Menangis

RD. Paulus Tongli
Hari Minggu Biasa ke XXXI
Keb. 11:22-12:2; 2Tes 1:11-2:2; Luk 19:1-10

Boris Becker adalah seorang mantan petenis nomor satu dunia. Pada puncak karirnya, ia telah memenangkan Wimbledon dua kali, salah satunya sebagai juara termuda. Ia sangat kaya dan dapat  memiliki semua hal yang nyaman dan mewah yang ia inginkan. Namun ia adalah seorang yang tidak bahagia. Meskipun ia mencapai prestasi yang luar biasa, hidupnya demikian kosong dan tak bermakna, sehingga ia pernah membayangkan untuk bunuh diri. “Saya tidak memiliki kedamaian batin” katanya. 
Becker tidaklah sendirian di dalam kekosongan batin ini. banyak orang yang sukses yang mengalami hal yang sama, kekosongan makna hidup. Menurut J. Oswald Sanders di dalam bukunya, “Facing Loneliness”, para milioner itu biasanya orang yang kesepian dan para komedian seringkali lebih tidak bahagia daripada penontonnya.
Siapa yang lain yang telah mengetahui hal ini selain Zakeus di dalam injil hari ini? sebagai seorang kepala pemungut cukai di kota Yeriko, Zakeus pastilah termasuk orang kaya pada zamannya. Kepala pemungut cukai bukanlah seorang pekerja dengan gaji yang tetap, ia seorang yang mendapatkan keuntungan dari selisih pajak yang ditarik dari rakyat dan yang harus dibayar kepada pemerintah Roma. Ia setiap tahunnya harus membayar jumlah tertentu kepada pemerintah Roma dan mempunyai hak untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dipungut dari setiap rakyat. Ia mempekerjakan orang-orang yang berkeliling untuk menarik pajak dari rakyat. Berapa pun jumlah selisih uang yang dikumpulkannya, itu adalah keuntungannya. Meskipun seorang kepala pemungut cukai memiliki uang yang banyak, ia dibenci di tengah masyarakat, bukan hanya karena ia memungut pajak secara berlebihan, tetapi juga karena ia membantu pemerintah romawi yang kafir itu untuk mengeksploitasi rakyatnya sendiri. Ia digolongkan sebagai pendosa publik, sebagai seorang yang najis di hadapan Allah. Jadi mekipun ia secara finansial mapan bahkan berkelebihan, kepala pemungut cukai menjalani hidup kesepian, tersingkirkan dari masyarakatnya sendiri dan juga dari Allah.
Zakeus kagum kepada Yesus, orang miskin dari Galilea yang menikmati kebaikan dan kesetiaan dari orang banyak. Apa gerangan rahasianya? Itulah yang ingin diketahui oleh Zakeus. Tetapi bagaimana mungkin orang seperti dia dapat berdesak-desakan dengan orang-orang yang sudah diperasnya untuk dapat berjumpa dengan Yesus? Ia memikirkan bagaimana cara bertemu dengan Yesus tanpa dilihat oleh orang lain. Ia memanjat pohon dan bersembunyi di sana. 
Hal ini sebenarnya hal yang tidak pantas untuk dilakukannya, karena memanjat pohon untuk bersembunyi dan mengintip dari atas pohon adalah hal yang biasanya hanya dibuat oleh seorang anak kecil atau budak. Tentulah orang akan menertawakan dia seandainya ada dari antara kerumunan orang itu yang melihatnya. Dapatlah dibayangkan rasa malu yang akan dialaminya seandainya hal itu terjadi. Tentulah orang mengejek dia. Tetapi ejekan itu berhenti ketika Yesus melihat Zakeus di atas pohon dan berkata: “Zakeus, segeralah turun; karena hari ini Aku harus menumpang di rumahmu” (Luk 19:5). Ia segera turun dari pohon dengan senyuman yang mekar pada wajahnya dan orang membuka jalan untuknya ketika ia mendatangi Yesus dan membawa Yesus ke rumahnya.
Pada saat makan Yesus tidak berkotbah kepada Zakeus bahwa ia harus bertobat, dan kalau tidak pastilah ia masuk neraka. Tetapi penerimaan Yesus yang tidak menghakimi dan tanpa syarat itu berbicara lebih banyak kepada Zakeus, langsung menyentuh hatinya lebih daripada kotbah yang paling baik sekalipun. 
Zakeus berdiri dan berkata kepada Tuhan dan dengan penuh keyakinan di hadapan orang banyak,” Setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang-orang miskin; dan jika ada yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” (ay 8). Dengan memberikan setengah dari miliknya kepada orang miskin dan menggunakan setengah yang tersisa untuk membayar apa yang diperasnya empat kali lipat, semua harta milik Zakeus akan habis. Untuk apa lagi uang itu apabila orang sudah menemukan makna dan kepenuhan hidup itu?
Ada begitu banyak Zakeus yang lain, entah laki-laki atau perempuan, yang bersembunyi di atas pohon yang kita lalui setiap hari. Yesus menantang kita untuk memandang ke atas dan mengundang mereka untuk makan bersama. Kita harus mengambil langkah pertama untuk menjangkau mereka, karena banyak dari antara mereka yang begitu terintimidasi oleh vonis-vonis yang menyebabkan mereka menarik diri dari kebersamaan di dalam masyarakat atau di dalam lingkup paroki atau rukun kita. 
Bilamana kita mengundang mereka dengan kasih yang tanpa syarat dan tanpa menghakimi untuk dapat berbagi makanan atau minuman dengan kita, kita mungkin akan terkejut untuk melihat bahwa ternyata kita menebarkan kabar baik akan cinta Allah lewat cara-cara yang menyentuh hati mereka lebih daripada sejumlah kotbah yang bisa kita buat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”