Seberapa besar kadar cintaku?


HARI MINGGU BIASA IV
Paulus Tongli, Pr
Inspirasi Bacaan dari : (I Kor 13:4-13)
Bacaan kedua hari ini yang dikutip dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus merupakan salah satu renungan yang sangat indah mengenai kasih yang dapat kita temukan di dalam Kitab Suci. 
Bila ingin memahami apa itu cinta, bacalah teks ini berulang-ulang. Kita sering sekali di dalam Gereja berbicara tentang kasih/cinta itu, namun semua ungkapan kita tidak pernah memadai, karena kasih itu tampaknya adalah segalanya. Bahkan Allah pun disepadankan dengan kasih itu sendiri. Maka saat ini saya ingin mengajak kita untuk membaca kutipan ini sebagai bahan introspeksi diri akan praktek kasih yang kita lakukan. 

Daftar untuk mengukur kadar kasih
Bagaimana mengukur kadar kasih anda? Berikut ini sebuah latihan berdasarkan bacaan tadi. 
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7)

Kini mari kita baca kutipan itu lagi dengan mengganti kata kasih dengan “Yesus”. Teks itu menjadi semakin indah, dan kita dapat menyetujui setiap ucapan kita dengan membaca teks itu. Setelah itu kita dapat membaca teks ini dengan cara lain lagi. Gantilah kata “kasih” dengan nama anda dan kata “ia” dengan kata ganti “saya”. Apakah anda tetap dapat menyetujui dan menerima setiap ucapan anda? Berapa nilai yang anda berikan kepada diri anda sendiri, kalau kita mengambil jenjang nilai itu antara 1 hingga 10? Itu akan menunjukkan kadar kasih anda, seberapa anda sungguh orang yang mampu mencintai. 

Pekerjaan Rumah tentang Kasih
(Diterjemahkan dari A Second Helping of Chicken Soup for the Soul, Jack Canfield dan Mark Victor Hansen, 46-48.)
Seorang guru pedagogi suatu hari pada akhir kuliah memberikan tugas kepada para mahasiswanya, yang semuanya terdiri dari guru-guru agama yang masih muda. Masing-masing mahasiswa harus mendatangi seseorang yang dicintai untuk mengatakan bahwa mereka mencintainya. Hal itu harus dilaporkan pada pertemuan berikut. Orang itu haruslah orang yang belum pernah mendapatkan ungkapan itu dari mereka, atau sekurang-kurangnya sudah lama tidak mendapatkan ungkapan itu dari mereka. Pada kuliah berikutnya seorang dari antara mahasiswa berdiri dan mengatakan:  “Minggu lalu saya sungguh marah kepada Bapak, ketika Bapak memberikan tugas ini kepada kami. Saya pikir, Bapak ini siapa, sehingga menyuruh kami untuk melakukan hal yang sangat pribadi itu?” Tetapi ketika saya sedang dalam perjalanan pulang, hati kecilku mulai berbicara kepada saya. Ketika itu saya telah menemukan orang yang kepadanya saya harus ungkapkan “saya mencintaimu”. 
Lima tahun yang lalu, bapakku dan saya terlibat di dalam perselisihan yang tidak pernah dapat kami selesaikan. Kami telah menghindari perjumpaan, kecuali untuk saat-saat yang tidak dapat dihindari. Maka ketika saya tiba di rumah minggu lalu, saya memberanikan diriku untuk mengatakan kepada ayahku bahwa saya mencintainya. Sangat sulit untuk melakukannya, seakan saya harus menjunjung sebuah beban yang berat. Namun ketika saya menceriterakan hal itu kepada istri, ia langsung melompat dari tempat tidur dan memeluk saya. Untuk pertama kalinya di dalam hidup pekawinan kami, kami berdua menangis. Kami kemudian duduk berceritera sambil minum teh sampai tengah malam. 
Keesokan harinya saya bangun lebih awal daripada biasanya dengan segar, seakan saya telah tidur lelap sepanjang malam. Saya ke sekolah dan mengajar lebih bersemangat daripada yang biasanya. Pada jam 9 saya menelpon ayah saya dan mengatakan kepadanya bahwa saya akan datang setelah pulang sekolah untuk berbicara dengan dia. Jam 17.30 saya tiba di rumah, dan ketika ayahku membuka pintu, saya tidak membuang waktu lagi. Saya melangkah ke dalam rumah dan memeluknya seraya berkata “Ayah, saya datang hanya untuk mengatakan bahwa saya mencintaimu.” Ketika itu ia langsung tampak berubah. Ia menangis dan balas memeluk saya sambil berkata “Saya juga mencintaimu anakku, tetapi saya tidak pernah mampu untuk mengatakannya”. Ibuku ketika itu mendekat dengan airmata berlinang. Saya tidak lama berada di sana, tetapi saya belum pernah merasakan suasana seperti itu sepanjang hidup saya. 
Dua hari setelah kunjunganku itu, barulah aku tahu bahwa ayahku selama ini menderita masalah jantung berat. Ia mendapatkan serangan jantung dan sampai kini masih berbaring tidak sadarkan diri di RS. Saya tidak tahu apakah ia masih dapat sembuh. Yang saya mau katakan kepada kalian semua di dalam ruangan ini adalah: janganlah menunggu untuk melakukan hal yang harus anda lakukan. Seandainya saya menunggu, saya mungkin tidak akan pernah lagi mendapatkan kesempatan untuk melakukan apa yang telah saya lakukan kala itu.”
Demikianlah saudara-saudariku seiman, pekerjaan rumah untuk minggu ini, pergilah dan katakanlah kepada seseorang bahwa anda mencintainya sebelum hari minggu berikut. Dan orang itu haruslah orang yang sungguh anda cintai, tetapi kepadanya anda belum pernah mengatakan kata-kata itu sebelumnya, atau sekurangnya sudah lama sekali anda tidak lagi mengatakannya kepadanya. Suatu hari anda mungkin akan kembali dan menceriterakan suatu pengalaman akan cinta yang luar biasa. Semoga!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

“DIPERLENGKAPI UNTUK SALING MELENGKAPI DI TENGAH KEANEKARAGAMAN”