Mari dan ikutilah Aku
Minggu Biasa XXVIII
Sumber inspirasi: Mrk. 10,17-27)
Oleh: Pastor Paulus Tongli, Pr
Saudara-i dalam Tuhan,
mungkin kita heran mendengar kisah dari kutipan injil hari ini. Perjumpaan
Yesus dengan orang kaya dalam kutipan ini sangat unik, tidak seperti yang
biasanya terjadi. Biasanya seorang yang berada di dalam kesulitan datang kepada
Yesus meminta pertolongan, misalnya seorang buta, orang lumpuh atau orang
kusta. Yesus menolongnya, dan orang yang
disembuhkan itu bersorak dengan gembira: „Ia menjadikan segalanya baik!“
Awalnya ada penderitaan dan pada akhirnya pujian.
Kali ini persis
terbalik. Kepada
Yesus datanglah seorang yang baik keadaannya. Ia adalah orang yang kaya, dapat
dipercaya, dan mengharapkan kehidupan kekal. Dengan penuh kepercayaan ia datang
kepada Yesus dan mengakuinya sebagai guru kebijaksanaan ilahi. Namun pada
akhirnya ia pergi dengan sedih. Yesus memperingatkan dengan tegas akan bahaya
kekayaan, dan para muridnya menjadi sedih.
Marilah kita mencoba untuk mengerti, apa yang
sesungguhnya Yesus ingin ajarkan. Orang kaya itu tentu orang yang juga hidup
jujur. Ia telah mengikuti semua perintah. Dan di dalam pemahaman perjanjian
lama kedua situasi ini sangat berdekatan satu sama lain. Kekayaan adalah buah
dari kekudusan. Jadi menurut pemahaman perjanjian lama, seorang kaya pastilah
juga orang yang hidupnya benar dan baik. karena itu ia pun pasti diselamatkan
dan sebaliknya orang miskin pastilah karena kesalahannya, sehingga ia pasti
tidak diselamatkan. Demikianlah dikatakan dalam Mzm 112:3 “Harta dan kekayaan
ada dalam rumahnya, kebajikannya tetap untuk selamanya“. Bagi orang muda yang
datang kepada Yesus itu, bukanlahkebetulan bahwa ia kaya. Di
dalam perjanjian lama, harta kekayaan dan kesehatan merupakan tanda rahmat dan
kedekatan dengan Allah. Demikianlah ia dapat memandang kekayaannya sebagai upah
dari Allah akan hidupnya yang benar selama ini.
Namun demikian, sudah di
dalam perjanjian lama sendiri sudah ada keraguan akan pandangan demikian. Orang
tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa ada juga orang-orang benar
yang menderita dan ada pula penghojat Allah yang hidup makmur. Dan kini
datanglah Yesus dan mewartakan Kerajaan Allah. Dan Ia mengatakan bahwa bagi
Allah berlaku hukum yang lain, bagiNya berlaku ukuran yang berbeda. Hidup serba
berkecukupan bahkan berlebihan bukanlah ukuran akan kedekatan dengan Allah dan
bukan pula tanda keselamatan. Siapa yang mengikuti Yesus, siapa yang menjadi
milikNya, dialah yang memiliki hidup yang kekal. Hal mengikuti Yesus adalah
ukuran bagi Yesus. Karena itu Yesus meminta orang muda itu: juallah semua
milikmu dan ikutilah Aku!
Hal mengikuti Yesus jauh
lebih penting daripada hal menjual harta milik. Hidup yang kekal dapat
diperoleh bukan dengan menjual harta, tetapi dengan berada bersama dengan
Yesus. Karena Dia adalah jalan, kebenaran, dan hidup, pembawa keselamatan,
penyelamat; tidak ada orang dapat sampai kepada Bapa selain melalui Dia. Itulah
kabar gembira dari keseluruhan injil dan juga dari kutipan injil yang hari ini
kita baca dan renungkan.
Pada zaman Yesus hal itu
merupakan suatu ajaran yang baru, dan karenanya para murid pun sulit untuk
mengertinya. Mereka mengeluh kepada Yesus. Mereka berkata: „Kalau begitu siapa
yang dapat diselamatkan?“ Atas pertanyaan itu Yesus menjawab: „Bagi manusia hal
itu tidak mungkin, tetapi tidak demikian bagi Allah, sebab bagi Allah segala
sesuatu mungkin“. Inilah kalimat kunci yang menjelaskan, dari mana sumber
keselamatan kita.
Bagi manusia tidaklah
mungkin untuk menyelamatkan diri sendiri. Orang dapat saja menjual banyak
hartanya dan menyumbang orang miskin, atau dengan setia menepati hukum sejak
usia muda dan melakukan banyak tindakan atau karya yang dianggap baik dan suci,
namun hidup kekal tidaklah diperoleh dengan jasa itu. Penyelamatan kita
tidaklah dapat dibeli, kita tidak bisa menuntutnya karena jasa atau kebaikan
kita. Keselamatan adalah melulu rahmat Allah. „Bagi Allah segalanya mungkin“.
Oleh karena itu kutipan
injil hari ini menuntut kita untuk menguji iman kita akan Allah, untuk
memeriksa batin kita, seberapa jauh kita menjalin hubungan pribadi dengan Yesus
Kristus:
n Dari mana kita mengharapkan kehirupan kekal? Dari „jasa baik kita“ atau
dari Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik?
n Apakah kita memasrahkan jaminan masa depan kita kepada Bapa di surga?
n Bagaimana peran Yesus
Kristus di dalam hidup kita? Apakah kita berpikir dan
bertindak seturut teladan dan pengajaranNya?
Peringatan akan bahaya
kekayaan juga merupakan bagian dari kabar gembira Kristus. Mungkin ada yang
berpikir: ah itu tidak menyangkut saya, saya toh tidak memiliki banyak harta.
Kekayaan yang dimaksudkan Yesus sama sekali tidak diukur pada jumlah deposito
di bank atau pada kepemilikan benda-benda material. Yang paling penting adalah
seberapa jauh pikiran dan hati serta kehendak kita dikuasai oleh milik. Dapat
terjadi bahwa sekalipun seseorang hanya memiliki sedikit harta namun sangat
dikuasai oleh hartanya itu. Marilah kita merenungkan sabda Yesus ini dan
meneliti sikap kita berdasarkan sabda ini. Semoga kita tidak mengacaukan antara
sarana (harta, milik) dengan tujuan (hidup lebih dekat dengan Allah) di dalam
hidup kita.
Komentar
Posting Komentar