“Menyambut dia, menyambut Aku, Menyambut Bapa”


B. Hari Minggu Biasa XXV
Keb. 2:12, 17-20; Yak.3:16-4:3; Mrk. 9:30-37
Pastor Sani Saliwardaya, MSC

          Minggu yang lalu saya mengikuti Pertemuan Nasional Komisi Kateketik (Pernas Komkat) yang diselenggarakan oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Pernas ini dilaksanakan pada tanggal 10-16 September 2012 di Cimahi, Bandung Barat, dan dihadiri oleh 103 orang utusan dari semua Keuskupan di Indonesia.  Tema Pernas kali ini adalah “Katekese Di Era Digital”.
Era Digital merupakan suatu situasi baru dewasa ini. Era Digital menunjuk pada suatu budaya baru zaman ini di mana pengaruh Teknologi TInggi, khususnya sarana-sarana komunikasi dan informasi, sungguh-sungguh telah mengubah cara hidup, cara berpikir, cara bertindak orang-orang zaman ini.   Kita ambil contoh misalnya penggunaan HP (Hand Phone) dengan segala jenisnya. Penggunaan HP telah mengubah mentalitas para penggunanya. Di satu pihk, dengan menggunakan HP maka komunikasi dan informasi menjadi mudah, cepat, dan murah. Dunia ada dalam genggaman tangan pengguna HP. Tetapi, di pihak lain, kecepatan dan kemudahan komunikasi dan informasi dengan sarana HP itu tanpa disadari telah mengubah mentalitas para penggunanya. Mereka menjadi orang-orang yang ingin serba cepat dan cari gampang (mentalitas instant).  Relasi antar manusia menjadi “murah”, dalam arti dangkal, kurang mendalam, kurang personal.
Manusia tanpa sadar, pelan tapi pasti, beralih menjadi Cyborg.  Cyborg adalah generasi baru dari Robot. Robot hanya sekedar sebuah mesin; sekumpulan peralatan yang dirangkai sedemikian rupa sehingga bisa bergerak secara otomatis untuk mengerjakan satu jenis pekerjaan tertentu.  Cyborg lebih dari sekedar robot. Cyborg diprogram bukan hanya untuk bergerak secara otomatis saja tetapi telah diberi bentuk mirip manusia, bisa bergerak halus dan lentur seperti manusia, bahkan bisa memiliki perasaan seperti manusia. Bahkan dikatakan Cyborg adalah manusia tiruan. Di mana letak perbedaan Cyborg dan manusia.
Cyborg dibuat oleh penciptanya untuk mengabdi kepada suatu program, yakni untuk melakukan beberapa jenis pekerjaan tertentu. Dia bisa melaksanakan pekerjaannya sejauh sudah terprogram, dan di luar programnya dia tidak bisa melakukan apapun. Karena itulah, Cyborg tidak punya kebebasan terhadap programnya sehingga tidak bisa bertanggungjawab selain terhadap programnya. 
Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta untuk mengabdi kepada-Nya. Sang Pencipta tidak memprogram ciptaan-Nya dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan tertentu; manusia diajak untuk mengabdi kepada-Nya melalui hidupnya: relasinya dengan sesame, lingkungan, dan dengan apa yang dikerjakannya. Karena itulah, Sang Pencipta memberi manusia kebebasan agar bisa mempertanggungjawabkan panggilan pengabdiannya itu kepada-Nya.
Benarkah sarana komunikasi dan informasi canggih telah mengubah mentalitas manusia menjadi seperti Cyborg? Benarkah manusia zaman ini tidak bisa dipisahkan dari HP? Benarkah manusia zaman ini lebih memilih ber-“HP-ria” daripada bercakap-cakap dengan sesama anggota keluarga secara langsung atau berdoa atau mendengarkan korbah? Ketika kita bangun tidur pada pagi hari, mana yang kita lakukan lebih dahulu: membuka HP atau berdoa; membuka HP atau saling mengucapkan “selamat pagi”? kita renungkan.
Di bagian akhir Injil MInggu ini Yesus berkata, “barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi DIa yang mengutus Aku”.
Konteks bacaan tersebut adalah pengajaran Yesus tentang hal mengikuti DIa.  Para murid sudah merasa mengikut Yesus ke mana-mana dan menerima ajaran-ajaran-Nya. Tetapi ketika Yesus mengatakan hal tantangan yang akan Dia hadapi dan mereka hadapi, para murid menjadi galau dan gelisah. Mereka lalu mempertanyakan siapa yang nantinya akan menjadi pemimpin di antara mereka setelah Yesus meninggalkan mereka. Yesus mengajar dan mengajak mereka untuk tidak saling memperebutkan kedudukan dan status tetapi untuk saling melayani, menerima, dan menghargai satu sama lain: menyambut satu sama lain. Para murid diajar dan diajak untuk saling melayani, menerima dan menghargai dalam nama Tuhan karena manusia adalah sesama ciptaan-Nya. Dengan kata lain, para murid diajar dan diajak untuk mengalami Allah penciptanya dalam relasinya dengan sesama: relasi yang saling melayani, menerima, dan menghargai.
          Katekese bukan sekedar pelajaran agama, tetapi suatu komunikasi iman yang menghantar orang pada pengalamannya akan Allah.
Kalau manusia dewasa ini secara tidak disadarinya beralih menjadi seperti Cyborg, katekese tetap bertugas menghantar mereka pada pengalaman akan Allah.  Sabda Yesus “menyambut dalam nama-Ku” menjadi sangat bermakna untuk mengembalikan manusia Cyborg menjadi manausia sejati, citra Allah.    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah makna orang Katolik memasang lilin di depan Patung Yesus atau Maria?

10 Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu

GEMBALA YANG BAIK